Langsung ke konten utama

Laporan Keuangan (Perbedaan 2 - Entitas Syariah dan Non Syariah)



Dengan adanya stakeholder tertinggi (Tuhan) dalam Shariah Enterprise Theory, berdampak juga pada Laporan keuangan yang disajikan. Laporan yang kita kenal dalam PSAK No.1 adalah sebagai berikut:
  1. Laporan laba rugi
  2. Laporan posisi keuangan
  3. Laporan perubahan modal
  4. Laporan Arus kas
  5. Catatan Atas Laporan Keuangan
Sedangkan dalam entitas syariah, ada tambahan laporan keuangan lainny, yaitu sebagai berikut:

  1. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
  2. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
    8a. Laporan Khusus yang Mencerminkan Kegiatan Entitas Syariah Tertentu

Dalam Standar AAOIFI, entitas syariah wajib menambhakan satu lagi laporan keuangan selain tujuh laporan keuagnan di atas yaitu:

8b. Laporan Investasi Dana Terikat
Walaupun entitas syariah memiliki kesamaan dalam kewajiban menyampaikan laporan keuangan yang biasa kita kenal (no. 1 sampai 5), unsur-unsur keuangannya pun berbeda. Dalam Laporan Posisi Keuangan untuk perusahaan Non Syariah:

Aset = Liabilitas + Ekuitas


Laporan Posisi KEuangan Entitas Syariah:

Aset = Liabilitas + Dana Syirkah Temporer +Ekuitas


Ada salah satu elemen laporan keuangan yang berbeda dibanding laporan posisi keuangan non syariah, yaitu Dana Syirkah Temporer. Elemen ini bukan merupakan Liabilitas, bukan juga merupakan Ekuitas. Menurut (Wiroso, 2010) Dana Syirkah Temporer adalah dana yang diterima oleh entitas syariah dimana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana. Contoh sederhana adalah, prinsip bagi hasil mudharabah. Bagi nasabah bank yang akan membuka rekening tabungan atau depositu dengan akad mudharabah, uang nasabah ini dicatat sebagai dana syirkah temporer karena akad awal adalah untuk investasi dan bukan sebagai pengendali atau ingin memiliki perusahaan maka tidak cocok masuk ekuitas, dana tersebut juga bukan sebagai nasabah meminjamkan uang sehingga tidak juga masuk hutang.


Selanjutnya kita bahas 2 laporan keuangan yang berbeda dibandingkan dengan laporan keuangan non syariah yaitu Zakat dan Dana kebajikan.


Dalam Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, unsur pada laporan keuangan tersebut terdiri dari sumber dan pengunaan, sumber terdiri dari entitas itu sendiri dan sumber dari non entitas yaitu masyarakat atau nasabah yang dapat membayar zakat melalui entitas syariah ini. Sebagian dari kita selama ini, zakat hanya untuk perorangan, tapi zakat diatur juga untuk perusahaan. Bahkan pada salah satu bank syariah di Malaysia, ada Manajer Zakat dalam struktur organisasi perusahaannya.


Ruang lingkup untuk zakat lebih sempit, karena penyalurannya hanya ditujukan kepada 8 golongan yang berhak atau sering dikenal dengan (mustahiq) sesuai dengan (QS. 9:60) . Namun praktiknya, beberapa bank syariah dalam penyalurannya ada juga yang disalurkan kepada lembaga yang berkompeten mengurus zakat, tanpa harus memperinci seperti pada table di bawah ini.

Laporan Sumber Penggunaan Dana Zakat

Sumber:
-          Entitas
-          Non Entitas

Penggunaan:
-          Fakir
-          Miskin
-          Gharim
-          Amil
-          Muallaf
-          Sabilillah
-          Ibnu Sabil
-          Riqab



















Laporan keuangan yang berbeda lainnya adalah Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan.
Laporan ini memiliki format yang sama dengan laporan zakat, yaitu sumber dan penggunaan.

Sumber-sumber ini terdiri dari infaq, sedekah, Pendapatan Non Halal dan Denda

Sedangkan penggunaannya, biasanya untuk kegiatan sosial. Dari unsur “sumber” terlihat jelas, pendapatan non halal hanya ada pada laporan dana kebajikan, maka dapat disimpulkan laporan laba rugi dan dividen yang dibagikan kepada pemegang saham berasal dari hal-hal yang halal.
Entitas syariah memang dilarang untuk menempatkan dana pada hal yang tidak sesuai dengan syariah, kalaupun ada pendapatan non halal, maka merupakan pendapatan yang bukan karena disengaja. Ada beberapa alasan yang memang membuat pendapatan non halal masih menjadi banyak pertanyaan, hal tersebut yang tidak dapat dihindari bahwa ada beberapa entitas syariah yang lahir dari entitas non syariah.


Misal bank konvensional memiliki anak perusahaan bank syariah, secara tidak langsung anak perusahaan ini bisa mendapatkan pendapatan dividen dari bank konvensional, hal semacam ini dikategorikan sebagai pendapatan non halal. Bank syariah tetap menerima pendapatan non halal tersebut tapi bukan untuk dimasukan sebagai sumber pendapatan yang akan dibagian kepada pemegang saham, tapi pendapatan non halal ini disalurkan untuk kegiatan sosial diluar mustahiq.


Pertanyaan lain muncul dari pendapatan non halal ini adalah “bagaimana mungkin sedekah dari uang yang tidak halal?” beberapa ulama menganalogikan tindakan ini seperti berwudhu dengan air najis. Menariknya, penyaluran non halal untuk sosial tidak hanya dilakukan di Indonesia tapi juga dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Timur Tengah. Hal ini sesuai dengan survey yang dilakukan oleh (Septyan, 2014) bahwa seluruh bank syariah yang menjadi sampel penelitiannya melakukan hal tesrebut.


Timur Tengah melakukan hal tersebut karena dalam salah satu kajian Kitab Bulughul Maram yang membahas mengenai riba dalam www.khalidbasalamah.com , terdapat salah satu nasabah muslim di Timur Tengah yang menyimpan uang di bank konvensional, tidak mengambil bunga, hanya menjadikan bank tersebut untuk media penyimpan uang. Bunga yang diendap cukup banyak dan digunakan untuk mempersenjatai kaum yang memerangi muslim. Jadi selain melihat halal atau haramnya adalah melihat juga apakah berdampak besar bagi kemaslahatan orang banyak.


Lalu apakah boleh mengkonsumsi barang-barang yang diperoleh dari hal yang haram? Seperti seorang ayah yang menafkahkan anaknya dengan uang hasil curian. Bolehkan anak tersebut makan dari uang tesebut. Sama halnya dengan uang sumbangan dari pendapatan non halal, apakah penerima sumbangan bisa memakan hasil dari sumbangan tersebut. Lalu bagaiaman dengan jalanan di Jakarta yang dulu infrastrukturnya dibangun dengan membangun area-area yang sangat bertentangan ajaran syariah Islam? Apakah kita harus membangun jalan sendiri atau menggali terowongan bawah tanah sendiri untuk menghindari jalan-jalan yang ada? Apakah umat muslim harus menutup diri untuk tidak keluar rumah karena jalanan yang ada dibangun dari sumber uang yang salah satunya tidak halal?


Memang ada hal-hal non halal yang tidak dapat dihindari oleh umat muslim yang ingin benar-benar bersih dari hal-hal yang tidak diridhoi Allah, namun bisa disiasati. Sebagai contoh banyak nasabah muslim menggunakan bank konvesional sebagai sistem penggajiannya, sedangkan hanya bank tersebut sebagai syarat dalam sistem pembayaran upah dan gajinya. Bagi nasabah yang sangat menghindari riba dari bunga bank tanpa harus keluar dari perusahaan. Beberapa alternative diberikan oleh beberapa ulama dalam mensikapi kejadian ini, antara lain:

  1. Bank konvesional dijadikan hanya sebagai media intermediary saat memperoleh upah/gaji. Bukan untuk dijadikan tempat berinvestasi menimbun uang untuk memperoleh keuntungan dari riba, karena ada batas nominal tertentu dimana simpanan nasabah akan memperoleh bunga dari bank konvensional.
  2. Bagi nasabah yang sudah terpaku pada transaksi-transaksi yang hanya berkaitan dengan bank konvensional, maka sebagian dari hartanya (jika perlu hitung berapa jumlah bunga yang sudah diterima) kemudian disumbangkan dengan niat untuk membersihkan harta. Cara ini mengikuti sistem-sistem perbankan syariah yang mendapatkan pendapatan non halal lalu disumbangkan untuk kegiatan sosial.

Salah satu unsur dalam sumber dana kebajikan adalah Denda. Denda diperoleh dari  nasabah yang lalai dalam membayar (PSAK No.102 tentang Murabahah par. 28). Denda tidak dimasukan dalam laporan laba rugi walaupun denda ini merupakan konsekensi dari nasabah yang telat membayar atas pinjaman yang merupakan kegiatan utama bank. Hal ini kemungkinan dilakukan agar pihak lembaga keuangan syariah tidak semena-mena dalam menetapkan besarnya denda, karena sebesar apapun denda, tidak dinikmati oleh bank tersebut. Selain itu denda mengajarkan kedisplinan bagi nasabahnya. Dalam bahasan ini terlepas dari mekanisme penagihan denda sudahkah sesuai syariah.
Unsur lain yaitu infaq/sedekah yang merupakan amanah untuk disalurkan kepada yang berhak membutuhkan selain dari mustahiq karena mustahiq masuk dalam 8 golongan yang berhak. Penyaluran-penyaluran dana kebajikan seperti untuk sumbangan, memberikan Qardul Hasan (dibahas pada bab lain) dan kegiatan sosial lain selain 8 golongan yang berhak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumber Hukum Islam Lainnya

Hadists / Assunah Hadist berasal dari kata Hadatsa yang berarti perkataan. Namun secara terminology, hadist diartikan sebagai perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw. Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad memiliki perilaku baik yang sempurna sebagai panutan. “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah ” (QS. 33:21) Berdasarkan bahasan kita di atas bahwa salah satu bentuk keimanan adalah beriman juga kepada utusan-utusan Allah “ Barang siapa mentaatai Rasul, maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah SWT. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu) maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka ” (QS. 4:48) Sungguh Maha Mengetahui Allah bahwa Dia mengirim utusannya dalam bentuk manusia, sehingga kita mudah memahami dan mengikuti karena diutus dalam golongan manusia. Bayangkan jika utusan Allah

Mengapa Perlu Akuntansi Syariah

Pengertian akuntansi dalam postingan ini tidak dibahas lagi. Namun jika membandingkan Akuntansi Syariah adalah dengan Akuntansi Modern (Triyuwono, 2013) . Bukan akuntansi konvensional karena akuntansi saat ini tidak hanya membahas lagi Aset=utang + modal. Akuntansi saat ini sudah berkembang pesat mengiringi zaman, yang awalnya standar Akuntansi pertama kali hanya berjumlah 15 halaman, sekarang Standar Akuntansi sudah mencapai 78 standar (10 standar akuntansi syariah) di Indonesia. Tidak hanya dalam bidang keuangan, dalam dunia penelitian mulai memikirkan bahwa akuntansi tidak berhenti pada pencatatan dalam penyajian laporan keuangan. Ranah akuntansi kini sangat luas, akuntansi mulai memperhatikan tingkah laku para “petinggi-petinggi” yang ada di perusahaan, akuntansi sudah memperhatikan bentuk tanggungjawab terhadap lingkungan sekitar. Maka disebut akuntansi modern. “Modern” juga berasal dari aliran penelitian tertentu. Dalam dunia akademisi, mata kuliah Akuntansi Syariah