Menurut Nuzul Dzikri dalam kajian Islam bertema “Gue Muslim” di Al Azhar Indonesia, Islam berarti menyerah, menerima segala keputusan dan konsekuensi dalam aturan-aturan Islam. Hal ini sependapat dengan (Nurhayati & Wasilah, 2013), pendapat lain juga mengatakan bahwa Islam berasal dari kata aslama, yuslimu, islaman yang berarti tunduk dan patuh, namun makna Islam sendiri bukan sekedar tunduk patuh pada setiap hal yang menjadi atasannya. Secara terminologi orang yang memeluk agama Islam wajib melakukan rukun islam seperti yang disabdakan Nabi Muhammad s.a.w. yaitu
“islam adalah bahwasanya engkau bersaksi
bahwa sesungguhnyatiada Tuhan selain Allah, dan bahw sesungguhnya Muhammad
adalah utusan Allah, engkau menegakan Shalat, menunaikan zakat, melaksanakan
shaum Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah-jika engkau
berkemampuan melaksanakannya” (HR. Muslim)
Dasar-dasar ajaran Islam terbagi tiga hal jika diumpamakan seperti bangunan yaitu aqidah sebagai fondasi, syariah sebagai tiang dan akhlaq sebagai atap. Hal ini hampir mirip dikatakan oleh (Shihab, 2002) dalam Kitab Tafsir Al-Mishbah bahwa Al-Qur’an memiliki tiga aspek yaitu Aqidah, Syariah dan Akhlak. Islam mengambil rujukan dari Al-Qur’an yaitu tiga hal tersebut.
Aqidah
Aqidah berasal dari kata aqad yang bermakna kesepakatan, kesepakatan untuk memeluk suatu keyakinan (keimanan), dalam hal ini adalah keyakinan memeluk agam Islam dimana aqad antara manusia dengan Sang Pencipta yang menyatakan bahwa Sang Pencipta merupakan sembahan satu-satunya. Dalam Islam, pengakuan tersebut dikenal dengan Syahadah (kesaksian). Proses seseorang yang memeluk agama Islam yaitu syarat pertama adalah mengucapkan kalimat Syahadat yang berbunyi “Asyhadu Ala Ila ha Illallah, wa Asy hadu anna Muhammad rasulullah”. Dua kalimat pertnyataan tersebut berasal dari kata La ilaha Illallah, Muhammad Rasul Allah”
Kalimat pertama “La ilaha Illallah” seperti yang dikenal orang banyak memiliki arti “tiada Tuhan selain Allah”. Pertanyaan pertama dalam buku ini, khususnya dalam subbab aqidah ini adalah “benarkan artinya seperti yang dituliskan di atas?” Jawabannya adalah “salah”. La Ilaha Illallah memiliki makna “tiada SEMBAHAN selain Allah”. Kata sembahan dan Tuhan memiliki makna yang berbeda dalam bahasa Arab. Penulis mengambil dari QS. 114: 1-3, ada tiga kata penting yaitu Rabb, Malik dan Ila. Rabb berarti Tuhan, Malik berarti Raja dan Ila berarti Sembahan. Lantas, mengapa kalimat syahadat berbunyi seperti itu, apakah kita yang salah selama ini dalam mengartikannya atau kalimat syahadat yang salah?
Mengulas sejarah zaman dahulu. Islam diperkenalkan oleh Nabi Muhammad (utusan Allah). Manusia mengenal Islam memiliki Tuhan yang bernama Allah, lalu sebelum Islam datang, siapakah Tuhan-tuhan orang Arab pada zaman itu? Jawabannya adalah Allah juga. Bukti yang memperkuat bahwa Tuhan orang Arab sebelum Nabi Muhaamad s.aw. datang adalah Allah, pertama, ayah dari Nabi Muhammad adalah Abdullah artinya hamba Allah. Kedua, Kabah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. (nabi-nabi sebelum nabi Muhammad lahir di dunia) dikenal orang-orang Arab pada zaman tersebut dengan sebutan baitullah (rumahnya Allah). Jadi jika ditanya orang Arab pada zaman dahulu “man RABBuka? (siapa tuhanmu), mereka menjawab “robbi Allah” (Tuhanku Allah). Namun jika ditanya “man ILAhuka? (siapa sembahanmu), mereka menjawab “ilahi Lata, Uza, Manna (adalah nama-nama berhala pada zaman tersebut).
Sehingga Islam turun dengan kalimat kesaksian “La ILA ha Illallah”, bukan “La RABBa ilallah”. Aqidah terbentuk secara sempurna ketika kita meyakini Allah itu 1 dan selain Allah adalah 0 (nol), dengan kata lain dapat dikatakan bahwa syahadat terjadi berasal dari hati. Dan kalimant kedua yaitu Muhammad Rasulullah meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah untuk menyampaikan dan menjadi suri tauladan.
Ketika manusia bersyahadat, dapat dikatakan sebagai muslim (orang yang memeluk agama Islam). Maka konsekuensi seseorang yang mempercayai sesuatu dalam hal ini adalah memeluk agama (Islam) harus mematuhi aturan-aturan Islam, baik mempercayai sumber-sumber hukum Islam.
Aqidah memberikan gambaran keimanan seseorang bahwa ada 6 hal yang harus diyakini selain beriman kepada Allah dan Rasul-rasulnya tapi juga beriman kepada malaikat, kitab-kitab Allah, kepada hari akhir dan kepada Qada dan QadarNya. (QS. 2:177; QS.3:84; QS.42:13 dan landasaran lainnya terkait tentang keimanan).
Syariah - bagian
1
Jika masih belum bisa menjawab atas ilustrasi pada awal bab ini, contoh akan dipersempit! Dari dua gambar wanita berhijab di bawah ini, manakah yang sudah syariah?
Gambar
kanan menampilkan wanita yang menutupi auratnya, tidak memperlihatkan
bagian-bagian tubuhnya yang dikiranya bisa membangkitkan syahwat (nafsu) pria, yang terpenting baginya adalah bagian-bagian
tubuh tertentunya sudah tertutup.
Sedangkan wanita kedua menutup seluruh tubuhnya
sesuai dalam Al-Qur’an dalam (QS. 24:31; QS. 33:33 dan 59), selain gambar
sebelah kiri hanya memperlihatkan wajah dan tangan sesuai sabda Rasulullah
s.a.w.
“…Untuk
tiap-tiap (umat) di antara kamu Kami jadikan syir`ah (syariah) dan
jalan yang terang…” (QS. Al-Maidah
ayat 48)
Syariah juga berarti agama, Islam memiliki syariah, Kristen memiliki syariah, Budha memiliki syariah dan seterusnya. Dikarenakan pada buku ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan transaksi-transaksi yang islami maka syariah dalam buku ini adalah syariah Islam. Tidak heran jika istilah syariah memiliki beberapa translasi dalam bahasa asing seperti Shariah atau Islamic. Istilah Islamic digunakan di beberapa negara seperti Malaysia dan Bahrain karena menegaskan bahwa syariah yang digunakan adalah syariah Islam.
Organisasi luar yang menggunakan istilah Islamic di Bahrain adalah Accounting and Auditing Organization for ISLAMIC Financial Institution (AAOIFI akan dijelaskan pada bab lain). Kata Islamic Financial Insitution di Indonesia lebih familiar dengan kata Lembaga Keuangan Syariah. Atau logo “iB” pada bank-bank syariah yaitu kepanjangan dari Islamic Banking yang berarti Perbankan Syariah. Sedangkan kata asing Shariah biasa digunakan dalam dunia akademisi, sering dijumpai pada penelitian-penelitian dan sertifikasi-sertifikasi keahlian terkait akuntansi syariah dan sebagainya. Baik kata Islamic atau pun Shariah memiliki arti yang semakna pada buku ini.
Berdasarkan contoh-contoh syariah di atas sebelumnya, penulis memang membawa pembaca dengan perumpamaan-perumpamaan yang mudah untuk mulai memahami bahwa syariah didasarkan pada aturan-aturan agama yaitu berdasarkan sumber-sumber hukum yang berlaku pada agama tersebut, karena syariah dalam buku ini merujuk pada aturan Islam maka sumber hukumnya adalah Al-Qur’an dan Hadist.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perusahaan syariah adalah perusahaan yang bergerak berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist. Namun yang kita ketahui umumnya mengenai perusahaan syariah adalan perusahaan yang mengeluarkan produk-produk sesuai Al-Quran dan Hadist terlepas dari keseharian perusahaan tersebut sudah sesuai syariah seutuhnya. Sebagai contoh apakah kesehariannya karyawan-karyawan perbankan syariah pada posisi front office sudah sholat tepat pada waktunya? Bukankah shalat tepat memiliki dasar Hadist yang shahih, yaitu
Sahabat
bertanya kepada Rasulullah s.a.w. “Ya
Rasulullah, amalan apa yang paling utama?” beliau menjawab “Sholat tepat waktu” (HR. Bukhari)
Dalam Akuntansi Syariah yang dimaksud adalah syariah (aturan-aturan) yang sesuai dengan Islam, jadi pada bab ini akan membahas apa itu Islam, sumber-sumber hukum Islam dan unsur-unsur dalam Islam karena hal-hal tersebut menjadi dasar dalam setiap transaksi syariah. Yang menjadi konsen dalam bab ini adalah pengertian logis lebih banyak dari sudut why dibanding what.
Agama identik dengan ibadah, sebagai contoh, ibadah yang dilakukan atas dasar what, misalnya “apa itu sholat?”, cukup menjawab sholat adalah kegiatan doa yang diawali dengan lafaz takbir (Allahu akbar) dan diakhiri dengan salam (Assalamu ‘alaykum). Sehingga ibadah yang dilakukan, hanya sekedar pelaksanaan bukan dasar dari pengetahuan yang menguatkan “mengapa” harus sholat?, padahal iman terbentuk dan bertambah karena ilmu. Apa itu Al-Quran dan Mengapa harus mempercayai Al-Quran, adalah semacam pertanyaan yang sangat memiliki dampak berbeda saat menjawabnya.
Akhlaq
Akhlaq sering diartikan sebagai perilaku, perilaku yang baik dinamakan perilaku hasan. Islam menuntun seluruhnya umatnya untuk selalu berperilaku baik karena segala tindakan selalu dilihat dan diketahui oleh Allah S.W.T. sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw yaitu
“Ihsan adalah engkau beribadah
kepada Tuhanmu seolah-olah engkau melihatNya sendiri, kalaupun engkau tidak
melihatNya, maka ia melihatmu” (HR. Muslim).
Dengan akhlaq yang baik maka menjadi
dasar bagaimana muslim bertindak termasuk dalam bertransaksi karena segala
sesuai diketahui dan dilarang merugikan dan bentuk apapun yang menganiaya orang
lain seperti dalam firmanNya
“Katakanlah: Taatilah Allah dan RasulNya, jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat Zalim” (QS. 3:32)
Segala bentuk perbuatan pasti mendapat balasan “Dialah yang menguasai hari pembalasan” (QS. 1:4) sekecil apapun baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang buruk dalam firmanNya dalam QS. 99:7-8 yang berbunyi “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)Nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarah pun niscaya dia akan melihat (balasan)Nya.”
Maka seharusnya umat Islam tidak perlu meragukan atas segala tindakan-tindakan orang lain apakah menzalimi atau dizalimi karena segala sesuatu sudah ada yang membalasnya. Bahkan jika orang lain berlaku jahat, curang dalam bertransaksi, mengambil harta kita, yakinlah bahwa ada yang lebih berhak untuk membalas orang yang menzalimi diri kita dan yakinlah orang lain yang mengambil harta kita tidak perlu kita khawatirkan karena rizki setiap makhluk tidak akan tertukar. Umat muslim diperbolehkan membalasnya dengan doa (QS. 4:148), namun umat muslim tetap dituntut untuk tetap berbuat baik walaupun kepada orang yang sudah berbuat jahat kepadanya sebagaimana dalam firmannya (QS. 23:96) dan Allah bersama dengan orang-orang yang baik dalam firmanNya (QS. 7:56) yang berbunyi “…Sesungguhnya rahmat Allah SWT amat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik”
Komentar
Posting Komentar