Dalam perusahaan
syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah yang tidak dimiliki dalam perusahaan
non syariah.
Berdasasrkan
Governance Standar dari AAOIFI, Dewan Pengawas Syariah adalah “badan independen
yang dikhususkan sebagai ahli hukum dalam bidang fiqih muamalah (komersial).
Namun syarat lainnya bisa juga ahli dalam bidang lembaga keuangan syariah dan
memiliki pengetahuan yang cukup dalam bidang fiqih muamalah. DPS dipercaya
berkewajiban langsung mereview dan mengawasi aktifitas lembaga keuangan syariah
untuk memastikan bahwa entitas tersebut patuh pada peraturan dan prinsip
Syariah Islam”
Dalam Undang-undang Perseroan Terbatas
No.40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa “Perseroan Syariah wajib memiliki DPS yang
direkomendasikan oleh Dewan Syariah Nasional dan pengangkatannya dilakukan oleh
RUPS”
Di Indonesia, DPS
merupakan badan Independen, DPS bukan merupakan bagian dari pemegang saham. DPS
diangkat pada saat Rapat Umum Pemegang Saham, DPS merupakan orang-orang pilihan
yang direkomendasikan oleh Komisaris pada perusahaan yang bersangkutan yang
kemudian diajukan kepada Majelis Ulama Indonesia untuk melakukan fit and proper
test dalam bidang syariah. Selain syariah, DPS juga diuji dalam pengetahuan
umum oleh BI setelah melewati ujian dari MUI.
Maka tugas dan
tanggung jawab DPS dari beberapa regulasi yang ada seperti regulasi Bank
Indonesia dan Standar AAOIFI adalah sebagai berikut:
- Menjadi penjembatan antara perusahaan dengan MUI.
Sebagai contoh, apabila ada produk baru yang belum ada fatwany, maka DPS
meminta fatwa dari MUI apakah produk tersebut dapat diluncurkan.
- Memeberikan masukan kepada dewan direksi atas hal
tersebut
- Memastikan entitas syariah tesebut apakah sudah
berjalan sesuai syariah. Karena dalam
standar governance AAOIFI, DPS wajib
mengeluarkan pernyataan apakah lembaga keuangan syariah tersebut sudah sesuai
syariah baik dari sisi operasional, perhiungan zakat, produk dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar