Langsung ke konten utama

Dewan Pengawas Syariah (Perbedaan 3 Entitas Syariah - Non Syariah)



Dalam perusahaan syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah yang tidak dimiliki dalam perusahaan non syariah.

Berdasasrkan Governance Standar dari AAOIFI, Dewan Pengawas Syariah adalah “badan independen yang dikhususkan sebagai ahli hukum dalam bidang fiqih muamalah (komersial). Namun syarat lainnya bisa juga ahli dalam bidang lembaga keuangan syariah dan memiliki pengetahuan yang cukup dalam bidang fiqih muamalah. DPS dipercaya berkewajiban langsung mereview dan mengawasi aktifitas lembaga keuangan syariah untuk memastikan bahwa entitas tersebut patuh pada peraturan dan prinsip Syariah Islam”

Dalam Undang-undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa “Perseroan Syariah wajib memiliki DPS yang direkomendasikan oleh Dewan Syariah Nasional dan pengangkatannya dilakukan oleh RUPS”

Di Indonesia, DPS merupakan badan Independen, DPS bukan merupakan bagian dari pemegang saham. DPS diangkat pada saat Rapat Umum Pemegang Saham, DPS merupakan orang-orang pilihan yang direkomendasikan oleh Komisaris pada perusahaan yang bersangkutan yang kemudian diajukan kepada Majelis Ulama Indonesia untuk melakukan fit and proper test dalam bidang syariah. Selain syariah, DPS juga diuji dalam pengetahuan umum oleh BI setelah melewati ujian dari MUI.

Maka tugas dan tanggung jawab DPS dari beberapa regulasi yang ada seperti regulasi Bank Indonesia dan Standar AAOIFI adalah sebagai berikut:
-        Menjadi penjembatan antara perusahaan dengan MUI. Sebagai contoh, apabila ada produk baru yang belum ada fatwany, maka DPS meminta fatwa dari MUI apakah produk tersebut dapat diluncurkan.
-        Memeberikan masukan kepada dewan direksi atas hal tersebut
-       Memastikan entitas syariah tesebut apakah sudah berjalan sesuai syariah.  Karena dalam standar governance AAOIFI,  DPS wajib mengeluarkan pernyataan apakah lembaga keuangan syariah tersebut sudah sesuai syariah baik dari sisi operasional, perhiungan zakat, produk dan sebagainya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumber Hukum Islam Lainnya

Hadists / Assunah Hadist berasal dari kata Hadatsa yang berarti perkataan. Namun secara terminology, hadist diartikan sebagai perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw. Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad memiliki perilaku baik yang sempurna sebagai panutan. “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah ” (QS. 33:21) Berdasarkan bahasan kita di atas bahwa salah satu bentuk keimanan adalah beriman juga kepada utusan-utusan Allah “ Barang siapa mentaatai Rasul, maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah SWT. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu) maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka ” (QS. 4:48) Sungguh Maha Mengetahui Allah bahwa Dia mengirim utusannya dalam bentuk manusia, sehingga kita mudah memahami dan mengikuti karena diutus dalam golongan manusia. Bayangkan jika utusan Allah

Laporan Keuangan (Perbedaan 2 - Entitas Syariah dan Non Syariah)

Dengan adanya stakeholder tertinggi (Tuhan) dalam Shariah Enterprise Theory, berdampak juga pada Laporan keuangan yang disajikan. Laporan yang kita kenal dalam PSAK No.1 adalah sebagai berikut: Laporan laba rugi Laporan posisi keuangan Laporan perubahan modal Laporan Arus kas Catatan Atas Laporan Keuangan Sedangkan dalam entitas syariah, ada tambahan laporan keuangan lainny, yaitu sebagai berikut: Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan 8a. Laporan Khusus yang Mencerminkan Kegiatan Entitas Syariah Tertentu Dalam Standar AAOIFI, entitas syariah wajib menambhakan satu lagi laporan keuangan selain tujuh laporan keuagnan di atas yaitu: 8b. Laporan Investasi Dana Terikat Walaupun entitas syariah memiliki kesamaan dalam kewajiban menyampaikan laporan keuangan yang biasa kita kenal (no. 1 sampai 5), unsur-unsur keuangannya pun berbeda. Dalam Laporan Posisi Keuangan untuk perusahaan Non Syariah:

Mengapa Perlu Akuntansi Syariah

Pengertian akuntansi dalam postingan ini tidak dibahas lagi. Namun jika membandingkan Akuntansi Syariah adalah dengan Akuntansi Modern (Triyuwono, 2013) . Bukan akuntansi konvensional karena akuntansi saat ini tidak hanya membahas lagi Aset=utang + modal. Akuntansi saat ini sudah berkembang pesat mengiringi zaman, yang awalnya standar Akuntansi pertama kali hanya berjumlah 15 halaman, sekarang Standar Akuntansi sudah mencapai 78 standar (10 standar akuntansi syariah) di Indonesia. Tidak hanya dalam bidang keuangan, dalam dunia penelitian mulai memikirkan bahwa akuntansi tidak berhenti pada pencatatan dalam penyajian laporan keuangan. Ranah akuntansi kini sangat luas, akuntansi mulai memperhatikan tingkah laku para “petinggi-petinggi” yang ada di perusahaan, akuntansi sudah memperhatikan bentuk tanggungjawab terhadap lingkungan sekitar. Maka disebut akuntansi modern. “Modern” juga berasal dari aliran penelitian tertentu. Dalam dunia akademisi, mata kuliah Akuntansi Syariah