Dengan adanya stakeholder
tertinggi (Tuhan) dalam Shariah Enterprise Theory, berdampak juga pada Laporan
keuangan yang disajikan. Laporan yang kita kenal dalam PSAK No.1 adalah sebagai
berikut:
- Laporan laba rugi
- Laporan posisi keuangan
- Laporan perubahan modal
- Laporan Arus kas
- Catatan Atas Laporan Keuangan
- Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
- Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan8a. Laporan Khusus yang Mencerminkan Kegiatan Entitas Syariah Tertentu
Dalam Standar AAOIFI, entitas
syariah wajib menambhakan satu lagi laporan keuangan selain tujuh laporan
keuagnan di atas yaitu:
8b. Laporan Investasi Dana
Terikat
Walaupun entitas syariah memiliki
kesamaan dalam kewajiban menyampaikan laporan keuangan yang biasa kita kenal
(no. 1 sampai 5), unsur-unsur keuangannya pun berbeda. Dalam Laporan Posisi
Keuangan untuk perusahaan Non Syariah:
Aset
= Liabilitas + Ekuitas
Aset
= Liabilitas + Dana Syirkah Temporer +Ekuitas
Selanjutnya kita bahas 2 laporan keuangan yang berbeda dibandingkan dengan laporan keuangan non syariah yaitu Zakat dan Dana kebajikan.
Dalam Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, unsur pada laporan keuangan tersebut terdiri dari sumber dan pengunaan, sumber terdiri dari entitas itu sendiri dan sumber dari non entitas yaitu masyarakat atau nasabah yang dapat membayar zakat melalui entitas syariah ini. Sebagian dari kita selama ini, zakat hanya untuk perorangan, tapi zakat diatur juga untuk perusahaan. Bahkan pada salah satu bank syariah di Malaysia, ada Manajer Zakat dalam struktur organisasi perusahaannya.
Ruang lingkup untuk zakat lebih sempit, karena penyalurannya hanya ditujukan kepada 8 golongan yang berhak atau sering dikenal dengan (mustahiq) sesuai dengan (QS. 9:60) . Namun praktiknya, beberapa bank syariah dalam penyalurannya ada juga yang disalurkan kepada lembaga yang berkompeten mengurus zakat, tanpa harus memperinci seperti pada table di bawah ini.
Laporan Sumber Penggunaan Dana Zakat
Sumber:
-
Entitas
-
Non Entitas
Penggunaan:
-
Fakir
-
Miskin
-
Gharim
-
Amil
-
Muallaf
-
Sabilillah
-
Ibnu Sabil
-
Riqab
|
Laporan keuangan yang berbeda lainnya adalah Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan.
Laporan ini memiliki format yang sama dengan laporan zakat, yaitu sumber dan penggunaan.
Sumber-sumber ini terdiri dari infaq,
sedekah, Pendapatan Non Halal dan Denda
Sedangkan penggunaannya, biasanya
untuk kegiatan sosial. Dari unsur “sumber” terlihat jelas, pendapatan non halal
hanya ada pada laporan dana kebajikan, maka dapat disimpulkan laporan laba rugi
dan dividen yang dibagikan kepada pemegang saham berasal dari hal-hal yang
halal.
Entitas syariah memang dilarang
untuk menempatkan dana pada hal yang tidak sesuai dengan syariah, kalaupun ada
pendapatan non halal, maka merupakan pendapatan yang bukan karena disengaja. Ada
beberapa alasan yang memang membuat pendapatan non halal masih menjadi banyak
pertanyaan, hal tersebut yang tidak dapat dihindari bahwa ada beberapa entitas
syariah yang lahir dari entitas non syariah. Misal bank konvensional memiliki anak perusahaan bank syariah, secara tidak langsung anak perusahaan ini bisa mendapatkan pendapatan dividen dari bank konvensional, hal semacam ini dikategorikan sebagai pendapatan non halal. Bank syariah tetap menerima pendapatan non halal tersebut tapi bukan untuk dimasukan sebagai sumber pendapatan yang akan dibagian kepada pemegang saham, tapi pendapatan non halal ini disalurkan untuk kegiatan sosial diluar mustahiq.
Pertanyaan lain muncul dari pendapatan non halal ini adalah “bagaimana mungkin sedekah dari uang yang tidak halal?” beberapa ulama menganalogikan tindakan ini seperti berwudhu dengan air najis. Menariknya, penyaluran non halal untuk sosial tidak hanya dilakukan di Indonesia tapi juga dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Timur Tengah. Hal ini sesuai dengan survey yang dilakukan oleh
Timur Tengah melakukan hal tersebut karena dalam salah satu kajian Kitab Bulughul Maram yang membahas mengenai riba dalam www.khalidbasalamah.com , terdapat salah satu nasabah muslim di Timur Tengah yang menyimpan uang di bank konvensional, tidak mengambil bunga, hanya menjadikan bank tersebut untuk media penyimpan uang. Bunga yang diendap cukup banyak dan digunakan untuk mempersenjatai kaum yang memerangi muslim. Jadi selain melihat halal atau haramnya adalah melihat juga apakah berdampak besar bagi kemaslahatan orang banyak.
Lalu apakah boleh mengkonsumsi barang-barang yang diperoleh dari hal yang haram? Seperti seorang ayah yang menafkahkan anaknya dengan uang hasil curian. Bolehkan anak tersebut makan dari uang tesebut. Sama halnya dengan uang sumbangan dari pendapatan non halal, apakah penerima sumbangan bisa memakan hasil dari sumbangan tersebut. Lalu bagaiaman dengan jalanan di Jakarta yang dulu infrastrukturnya dibangun dengan membangun area-area yang sangat bertentangan ajaran syariah Islam? Apakah kita harus membangun jalan sendiri atau menggali terowongan bawah tanah sendiri untuk menghindari jalan-jalan yang ada? Apakah umat muslim harus menutup diri untuk tidak keluar rumah karena jalanan yang ada dibangun dari sumber uang yang salah satunya tidak halal?
Memang ada hal-hal non halal yang tidak dapat dihindari oleh umat muslim yang ingin benar-benar bersih dari hal-hal yang tidak diridhoi Allah, namun bisa disiasati. Sebagai contoh banyak nasabah muslim menggunakan bank konvesional sebagai sistem penggajiannya, sedangkan hanya bank tersebut sebagai syarat dalam sistem pembayaran upah dan gajinya. Bagi nasabah yang sangat menghindari riba dari bunga bank tanpa harus keluar dari perusahaan. Beberapa alternative diberikan oleh beberapa ulama dalam mensikapi kejadian ini, antara lain:
- Bank konvesional dijadikan hanya sebagai media intermediary saat memperoleh upah/gaji. Bukan untuk dijadikan tempat berinvestasi menimbun uang untuk memperoleh keuntungan dari riba, karena ada batas nominal tertentu dimana simpanan nasabah akan memperoleh bunga dari bank konvensional.
- Bagi nasabah yang sudah terpaku pada transaksi-transaksi yang hanya berkaitan dengan bank konvensional, maka sebagian dari hartanya (jika perlu hitung berapa jumlah bunga yang sudah diterima) kemudian disumbangkan dengan niat untuk membersihkan harta. Cara ini mengikuti sistem-sistem perbankan syariah yang mendapatkan pendapatan non halal lalu disumbangkan untuk kegiatan sosial.
Salah
satu unsur dalam sumber dana kebajikan adalah Denda. Denda diperoleh dari nasabah yang lalai dalam membayar (PSAK No.102
tentang Murabahah par. 28). Denda tidak dimasukan dalam laporan laba rugi
walaupun denda ini merupakan konsekensi dari nasabah yang telat membayar atas
pinjaman yang merupakan kegiatan utama bank. Hal ini kemungkinan dilakukan agar
pihak lembaga keuangan syariah tidak semena-mena dalam menetapkan besarnya
denda, karena sebesar apapun denda, tidak dinikmati oleh bank tersebut. Selain
itu denda mengajarkan kedisplinan bagi nasabahnya. Dalam bahasan ini terlepas
dari mekanisme penagihan denda sudahkah sesuai syariah.
Unsur
lain yaitu infaq/sedekah yang merupakan amanah untuk disalurkan kepada yang
berhak membutuhkan selain dari mustahiq karena mustahiq masuk dalam 8 golongan
yang berhak. Penyaluran-penyaluran dana kebajikan seperti untuk sumbangan,
memberikan Qardul Hasan (dibahas pada bab lain) dan kegiatan sosial lain selain
8 golongan yang berhak.
Komentar
Posting Komentar