Ba’i artinya pertukaran, jual
beli juga merupakan pertukaran antara uang dan barang. Pengambilan keuntungan
dalam jual beli diperkenankan, keuntungan dalam jual beli barang adalah syah
dan bukan termasuk dalam kategori riba. Alloh berfirman:
“Dan Allah menghalakan jual beli
dan mengharamkan riba”
Dari ayat di atas tersebut jual
beli berbeda dengan riba. Jual beli merupakan suatu bentuk pergerakan ekonomi
secara real (lebih produktif), sedangkan riba kurang produktif dalam mengahasilkan
barang atau jasa. Dan masih banyak perbedaan jual beli dan riba.
Ada banyak macam-macam jual beli,
namun pada postingan ini hanya membahas jual beli yang telah masuk dalam
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK Syariah) yaitu jual beli Murabahah (PSAK No. 102),
Jual beli Salam (PSAK No. 103) dan Jual Beli Istishna (PSAK No. 104).
Dalam blog ini juga hanya
membahas sedikit sekali mengenai pencatatan Akuntansi syariah, dan lebih
menekankan pada pengertian dan kaidah-kaidah syariahnya. Pencatatan transaksi
syariah diperdalam di kelas.
Jual Beli Murabahah
Merupakan jual beli dimana
penjual wajib menyebutkan harga pokok dan menjual dengan harga di atas harga
pokok (harga asli). Beberapa sumber menyatakan bahwa jual beli yang juga harus
menyebutkan harga pokok dan keuntungan yang diinginkan.
Dari pengertian di atas, berarti
syariah murabahah adalah (1) ada penjual (2)pembeli (3) barang yang jelas dan
(4) memiliki unsur keuntungan
Jual beli yang tidak menyebutkan
harga pokok dapat dikatakansesuai syariah karena secara lazim, pembeli pasti
mengetahui bahwa harga yang ditetapkan menjual mengandung unsur keuntungan,
namun jual beli yang tidak menyebutkan harga pokoknya bukan dikatakan sebagai
jual beli Murabahah, hanya jual beli biasa saja.
Syarat lain adalah barang harus
jelas, sudah milik si penjual, atau bukan milik penjual namun sudah mendapat
izin dari si pemilik barang untuk menjual barang tersebut. Barang juga harus
jelas, sebagai contoh tidak bisa menjual burung yang sedang terbang di atas
kepala kita, memang burung itu ada, tapi belum pasti (gharar) kapan kembali ke
kandang. Dan tidak dapat juga menjual kendaraan dalam kondisi dipinjam (dicuri)
yang tidak tahu kapan tanggal pengembaliannya.
Jual beli salam
Salam berasal dari kata salaf
yang berarti pen-dahulu-an atau sesuatu yang didahulukan. Yang dimaksud disini
adalah pembayaran didahulukan (dilunasi diawal), maka konsentrasi salam adalah
pada pembayarannya, bukan pada barang. Barang bisa jadi belum ada atau belum
diproduksi. Biasanya salam digunakan untuk barang-barang pertanian, perkebunan.
Ketika nabi Muhammad SAW hijrah
dari ke Madinah, nabi melihat penduduk sekitar sering melakukan transaksi
salaf, maka nabi besabda:
“barang siapa melakukan salaf, maka hendaknya memberitahukan
timbangannya secara jelas, takarannya secara jelas dan jangka waktu secara
jelas”
Berdasarkan Hadist di atas,
transaksi salaf boleh dilakukan asalkan spesifikasi barangnya jelas. Transaksi
salaf berbeda dengan ijon karena ijon langsung menunjuk pada tanaman terntentu,
tidak jelas spesifikasinya, dengan contoh ijon pembeli membeli pohon yang masih
kecil degan harga yang lebih besar seolah harga pohon sudah besar dan berbuah.
Transaksi ijon tidak diperkenankandalam syariah karena ada ketidakpastian
(gharar). Akan baik jika tanamannya tumbuh besar, bagaimana kalau mati? Iya
kalau tumbuh besar, apakah berbuah lebat sesuai yang diharapkan? Jangka
waktunya tidak jelas. Banyaksekali unsur ketidakjelasan dalam Ijon.
Sedangkan salam berbeda dengan
ijon, karena si pembeli tidak menunjuk objek (harus pohon ini atau pohon yang
itu). Sebagai contoh pembeli mengatakan “saya beli pisang tanduk 1 sisir, 1
bulan lagi”. Selanjutnya adalah urusan penjual, apakah penjual mau menanam
pohon pisang dulu sampai memanen atau mencari di tempat lain. Pembeli tidak secara
spesifik menunjuk suatu objek tanaman harus berbuah seperti yang diingikan.
Namun spesfikasi yang dimaksud terletak pada barang, jangka waktu dan
sejenisnya.
Apabila barang tidak sesuai
dengan pesanan, maka dapat melakukan khiyar yaitu opsi untuk mengakhiri
transaksi, atau melanjutkan. Contoh, pembeli memesan barang kualitas B dengan
harga pasar (fair value) Rp 80.000, namun si
penjual memproduksi dan menghasilkan barang kualitas A dengan harga
pasar Rp 100.000, sudah pasti barang ini diterima pembeli dan penjual tidak
boleh meminta tambahan harga. Berdasarkan PSAK No.104, pembeli tidak dapat
mengakui Rp 100.000, namun harus Rp 80.000, karena akad di awal adalah RP
80.000
Sedangkan jika si penjual
memproduksi dan mengahsilkan barang dengan kualitas C harga pasar Rp 75.000
maka si pembeli bisa melakukan khiyar yaitu opsi mengkahiri maka uang
dikembalikan, atau melanjutkan sesuai transaksi namun harus mengakui kerugian sebesar Rp 5.000
dan pembeli tidak bolehe meminta penurunan harga
Jual Beli Istishna
Beberapa para ulama berbeda
pendapat mengenai jual beli dengan akad istishna karena dalam Istishna, barang
masih dalam produksi (barang belum ada), namun pendapat lain mengatakan bahwa
sesuatu yang memiliki manfaat maka diperbolehkan selain itu segala jenis
transaksi muamalah diperbolehkan (mubah). Istishna merupakan akad jual beli
dengan pesanan khusus, yang mungkin barang tersebut tidak ada dipasaran, tentu
melihat manfaatnya yaitu membantu seseorang untuk barang tertentu, maka
transaksi jenis ini diperbolehkan.
Perbedaan 3 akad jual beli di
atas
Murabahah
|
Salam
|
Istishna
|
|
Barang
|
Sudah ada
|
Belum ada
|
|
Jenis
pembayaran
|
Bisa dimuka
Bisa cicil
|
Harus lunas dimuka
|
Bisa dimuka
Bisa cicil
|
Menyebutkan
harga pokok
|
wajib
|
Tidak wajib menyebutkan harga pokok
|
mantap jiwa & sangat bermanfaat ilmu nya (y)
BalasHapusbarakallah
Hapus